Minggu, 01 Januari 2017

Ibadah Mahdhah dan Ghairu Mahdhah



A. Pengertian Ibadah
Ibadah secara etimologis berasal dari bahasa arab yaitu عبد- يعبد -عبادة yang artinya melayani patuh, tunduk. Sedangkan menurut terminologis ialah  sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai allah azza wa jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin[1]. Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya[2];

1. Ibadah Mahdhah
Ibadah mahdhah atau ibadah khusus ialah ibadah yang apa saja yang telah ditetpkan Allah akan tingkat, tata cara dan perincian-perinciannya. Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah :
Ø Wudhu,
Ø Tayammum
Ø Mandi hadats
Ø Shalat
Ø Shiyam ( Puasa )
Ø Haji
Ø Umrah

‘Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip:
a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya. Haram kita melakukan ibadah ini selama tidak ada perintah.

b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh:
وماارسلنا من رسول الا ليطاع باذن الله … النسآء
 Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah…(QS. 64)


وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا… 
Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah…( QS. 59: 7).

c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebuthikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.

d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi.

Rumus Ibadah Mahdhah adalah = “KA + SS” (Karena Allah + Sesuai Syariat)

2. Ibadah Ghairu Mahdah
Ibadah ghairu mahdhah atau umum ialah segala amalan yang diizinkan oleh Allah. misalnya ibadaha ghairu mahdhah ialah belajar, dzikir, dakwah, tolong menolong dan lain sebagainya. Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:

a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diselenggarakan. Selama tidak diharamkan oleh Allah, maka boleh melakukan ibadah ini.

b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada yang menyebut nya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadahmahdhah disebut bid’ah dhalalah.

c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.

d. Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.

Rumus Ibadah Ghairu Mahdhah = “BB + KA” (Berbuat Baik + Karena Allah)

B. Hakikat Ibadah

Sebenarnya dalam ibadah itu terdapat hakikatnya, yaitu[3] :
خُضُوعُ الرُّوْحِ يَنْشَا ُعَنِ اسْتِشْعَارِالقلبِ بمحبة ِالمعبودِ وعظَمتهِ اعتقادا بان للعالم سلطا نا لايدْرِكُهُ العقلُ حقيقَتَهُ
“ ketundukan jiwa yang timbul dari karena hati (jiwa) merasakan cinta akan Tuhan yang ma’bud dan merasakan kebesaran-Nya, lantaran beri;tiqad bahwa bagi alam ini ada kekuasaan yang akal tak dapat mengetahui hakikatnya".
Adapun seorang arif juga mengatakan bahwa hakikat ibadah yaitu :
اصل العبادةِ ان ترضى لله مد براومختارا, وترضى عنه قاسما ومعطيا ومانعا وترضاه اِلهًا ومعبودا
“ pokok ibadah itu, ialah engkau meridhoi Allah selaku pengendali urusan; selaku orang yang memilih; engkau meridhai Allah selaku pembagi, pemberi penghalang (penahan), dan engkau meridhai Allah menjadi sembahan engkau dan pujaan (engkau sembah)

Didalam ibadah itu terdapat berbagai macam penghalang ibadah[4]. Penghalangnya yaitu :
1. Rezeki dan keinginan memilikinya
2. Bisikan-bisikan dan keinginan meraih tujuan
3. Qadha; dan pelbagai problematika
4. Kesusahan dan berbagai musibah

C. Syarat-Syarat Diterimanya Ibadah
Ibadah adalah perkara taufiqiyyah, yaitu tidak ada suatu ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah. Apa yang tidak di syari’atkan berarti bid’ah mardudah ( bid’ah yang ditolak ), hal ini berdasarkan sabda Nabi :
مَنْ عَمَِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدُّ.
“ Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntutan dari Kami, maka amalan tersebut tertolak.”
Ibadah-ibadah itu bersangkut penerimaannya kepada dua faktor yang penting, yang menjadi syarat bagi diterimanya.

Syarat-syarat diterimanya suatu amal (ibadah) ada dua macam yaitu[5]:

1. Ikhlas
قل انى امرت ان اعبد الله مخلصا له الدين. وامرت لان اكون اول المسلمين (الزمر:11-12)
Katakan olehmu, bahwasannya aku diperintahkan menyembah Allah (beribadah kepada-Nya) seraya mengikhlaskan ta’at kepada-Nya; yang diperintahkan aku supaya aku merupakan orang pertama yang menyerahkan diri kepada-Nya.”

2. Dilakukan secara sah yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah
........فمن كان يرجوالقاءربه فليعمل عملاصالحاولايشرك بعبادةربه احدا (الكهف:110)
Barang siapa mengharap supaya menjumpai Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang sholeh, dan janganlah ia mensyarikatkan seseorang dengan tuhannya dalam ibadahnya itu”

Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajib-nya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggal-kan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.

Ulama’ ahli bijak berkata: inti dari sekian banyak ibadah itu ada 4, yaitu[6]:
الوفاء بالعهدود والمحافطة على الحدودوالصبر على المفقو والرضا بالموجود
1. Melakasanakan kewajiban-kewajiban Allah
2. Memelihara diri dari semua yang diharamkan Allah
3. Sabar terhadap rizki yang luput darinya
4. Rela dengan rizki yang diterimanya.

IV. KESIMPULAN
Ibadah merupakan suatu uasaha kita untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah dalam islam itu ada dua macam yaitu ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah. Hakikat ibadah itu adalah melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridhai dengan penuh ketundukan dan perendahan diri kepada Allah. Seorang hamba yang ibadahnya ingin dikabulkan hendaklah haruis memenuhi 2 syarat yaitu ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah.

V. PENUTUP
Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah, yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan waktu yng telah ditentukan. Harapan saya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya sendiri dan para pembaca sekalian. Kami memohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam penulisan dalam materi yang disuguhkan dalam makalah ini. Terakhir kami sampaikan selamat membaca.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
al Bantani, Imam Nawawi, Nashaihul Ibad. Toha Putra : Semarang.
al Ghazali, Abu Hamid, 2007. Minhaj al Abidin Ila al Jannah. Jogjakarta: Diva Press.
ash Shiddieqy, Hasbi, 1991. Kuliah Ibadah. Yogyakarta: Bulan Bintang.
Syukur, Prof. Amin MA, 2003. Pengantar Studi Islam. Semarang :CV. Bima Sakti
Alim, Drs. Muhammad, 2006. Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Shalat Jamak



Sholat Jamak
SHALAT JAMAK
Shalat jamak adalah mengumpulkan dua shalat dalam satu waktu. Misalnya : Shalat Zhuhur dilakukan di waktu Ashar. Artinya, saat masuk waktu Dzuhur ia tidak melakukan Shalat Dzuhur, akan tetapi dilakukan di waktu Ashar. Maka setelah masuk Ashar orang tersebut melakukan Shalat Dzuhur kemudian melakukan Shalat Ashar
Shalat yang bisa dijamak adalah;
- Shalat Zhuhur dikumpulkan dengan Shalat ‘Ashar
- Shalat Maghrib dikumpulkan dengan Shalat ‘Isya
- Shalat Shubuh tidak bisa dijamak dengan shalat apapun.
Jamak Taqdim dan Ta’khir
1. Jamak Taqdim adalah mengumpulkan dua waktu shalat di waktu shalat yang pertama.
Contoh: Menjamak Shalat Zhuhur dan ‘Ashar di waktu Shalat Zhuhur
2. Jamak Ta’khir adalah mengumpulkan dua waktu shalat di waktu shalat yang kedua atau terakhir.
Contoh: Jamak Shalat Maghrib dengan Shalat Isya’ di waktu Shalat Isya’
1. jika seseorang dalam perjalanan jauh maka ia boleh menjamak dan meng-qashar shalat biarpun dalam keadaan jalan lancar tanpa ada kemacetan. Bepergian jauh dalam masalah ini adalah bepergian yang jarak tempuh menuju tempat tujuannya mencapai 84 km. Contohnya, perjalanan dari Jawa Timur menuju Jakarta, maka ini diperbolehkan untuk meng-qashar-nya.
2. Bepergian dengan Perjalanan Pendek Yaitu perjalanan yang jarak tempuh menuju tempat tujuannya tidak mencapai 84 Km. Dalam hal ini bagi seseorang yang bepergian dengan perjalanan pendek diperkenankan menjama’ dengan 2 syarat:
a) Berada di dalam bepergian atau berniat melakukan bepergian. Misal : Pada hari senin, seseorang yang tinggal di Bogor ingin pergi ke Jakarta. Maka orang tersebut disebut berniat bepergian. Atau orang tersebut sudah meninggalkan kampungnya maka ia disebut bepergian.
b) Ada dugaan jalan macet atau tiba-tiba terkena macet yang merepotkannya untuk bisa turun untuk melakukan Shalat.
Cara dan Niat Jamak Taqdim
Jika seseorang ingin menjamak taqdim (misal : Shalat Dzuhur digabung dengan Shalat Ashar yang dilakukan di waktu Dzuhur), maka yang harus dilakukan adalah:
1. Memulai dengan shalat Dzuhur dengan niat sebagaimana biasa, seperti, “Aku niat shalat fardhu Dzuhur”. Jika dilakukan berjama’ah tinggal menambah niat berjamaah. Kalau menjadi imam dengan tambahan, “Dan aku menjadi imam” kalau sebagai makmum dengan tambahan, “Dan aku menjadi makmum”.
Kemudian disaat ia melakukan shalat Dzuhur ia harus melintaskan niat di hati, “Aku akan melakukan shalat Ashar di waktu Dzuhur”. Waktu untuk niat menarik shalat Ashar ke Dzuhur terbentang sepanjang ia melakukan shalat Dzuhur. Artinya sepanjang ia berada di waktu Dzuhur niat bisa dilintaskan di hati asalkan belum salam. Bisa juga niat ini dibarengkan saat melakukan niat shalat Dzuhur, seperti : ”Aku melakukan shalat fardu Dzuhur dengan Ashar di waktu Dzuhur”.
2. Kemudian setelah ia salam dari shalat Dzuhur segera berdiri lagi untuk melakukan solat Ashar. Niatnya cukup : “Aku niat shalat fardhu Ashar”. Dengan niat seperti ini tanpa disebutkan niat jamaknya juga sudah sah. Kalau mau di tambah, “Jamak dengan Dzuhur” maka itu lebih baik.
3. Antara shalat Dzuhur dan Ashar harus bersegera. Artinya jangan ada jeda kesibukan apapun kecuali urusan shalat. Dzikir, do’a, shalat Ba’diyah Dzuhur dan Qobliyah Ashar ditunda setelah shalat Ashar.
Jika ingin melakukan jama’ ta’khir yaitu melakukan shalat Dzuhur dengan Ashar di waktu Ashar, maka caranya sebagai berikut:
1. Disaat masih berada di waktu yang pertama (waktu Dzuhur) harus melintaskan niat untuk menunda shalat Dzuhur di waktu Ashar, ”Aku berniat untuk melakukan shalat Dzuhur nanti di waktu Ashar“. Waktu untuk melintaskan niat terbentang sepanjang masih berada di waktu Dzuhur. Saat berniat tidak diwajibkan berwudhu dan menghadap qiblat karena memang belum shalat. Sambil bekerja pun bisa melintaskan niat tersebut.
2. Setelah memasuki waktu Ashar memulai shalat jama’ dan dianjurkan untuk mendahulukan shalat Dzuhur. Kalau seandainya mendahulukan Ashar juga sah.
3. Saat melakukan solat Dzuhur cara niatnya seperti biasa yaitu : ” Aku niat melakukan shalat Dzuhur ”. Dengan niat seperti ini sudah sah dan jika mau ditambah “ Jama’ dengan Ashar ” maka itu lebih baik.
4. Setelah selesai melakukan shalat Dzuhur, kemudian melakukan shalat Ashar dengan niat seperti shalat biasa : ” Aku niat melakukan shalat fardhu Ashar ”. Dengan seperti ini sudah sah dan jika mau ditambah : ” jama’ dengan Dzuhur ” maka itu lebih baik.
5. Shalat jama’ ta’khir antara Dzuhur dengan Ashar tidak harus menyambung seperti shalat jama’ taqdim. Dalam jama’ ta’khir boleh ada jeda waktu dan sebaiknya memang di segerakan tapi tidak harus.( http://nettik.net/cara-dan-niat-shalat-jamak-qashar)
Tata Cara Melaksanakan Shalat Jamak
Mengenai kewajiban shalat fardu/wajib, sering kita dengar istilah shalat jamak, qasar maupun jamak qasar. Kita semua sudah diajarkan oleh guru kita saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Namun karena jarang atau bahkan tidak pernah mempraktekan, kita lupa akan tata caranya. Baiklah, karena banyak permintaan kepada kami untuk membahas topik ini, dengan senang hati kami akan mengulas kembali pengertian, hukum serta tata cara mengerjakan shalat jamak, qasar dan jamak qasar.
1) Shalat Jamak Takdim
Jamak takdim dikerjakan pada waktu shalat yang pertama. Maksudnya, jika anda akan menjamak shalat dzuhur dan ashar, maka anda mengerjakannya saat waktu dzuhur. Begitupun maghrib dan isya yang dilakukan saat waktu maghrib tiba. Urutannya, kerjakan shalat yang pertama kemudian shalat kedua tanpa diselingi kegiatan apapun. Maksudnya, setelah salam pada shalat dzuhur anda langsung berdiri mengerjakan shalat ashar. Keduannya dikerjakan 4 rakaat tanpa dikurangi, berikut niatnya:
• Niat shalat jamak takdim dzuhur
أُصَلِّي فَرْضَ الظُّهْرِأربع  رَكعَاتٍ  مَجْمُوْعًا مع العَصْرِ اَدَاءً للهِ تَعَالى
Ushollii fardlozh zhuhri arba’a raka’aatin majmuu’an ma’al ashri adaa-an lillaahi ta’aalaa.
“Aku sengaja shalat fardu dhuhur empat rakaat yang dijama’ dengan Ashar, fardu karena
Allah Ta’aala”
Untuk shalat ashar nya, anda tidak perlu menggunakan niat shalat jamak lagi, melainkan membaca niat shalat ashar seperti biasa.
2) Shalat Jamak Takhir
Jamak takhir adalah kebalikan dari jamak takdim, yakni mengerjakan dua shalat fardu pada waktu shalat yang kedua (adalah waktu ashar dan isya).
• Niat shalat  zhuhur jamak takhir dengan ashar
        أُصَلِّي فَرْضَ الظُّهْرِأربع  رَكعَاتٍ  مَجْمُوْعًا مع العَصْرِ اَدَاءً للهِ تَعَالى
Ushollii fardlozh zhuhri arba’a raka’aatin majmuu’an ma’al ashri adaa-an lillaahi ta’aalaa.
“Aku sengaja shalat fardu dhuhur empat rakaat yang dijama’ dengan Ashar, fardu karena Allah Ta’aala”
Kedua shalat dilakukan pada waktu ashar, bisa zhuhur dulu, bisa ashar dulu.
• Niat shalat ashar jamak takhir dengan zhuhur  (Kedua shalat dilakukan pada waktu
ashar)
أُصَلِّي فَرْضَ العَصْرِ أربع رَكعَاتٍ مَجْمُوْعًا مع الظُّهْرِ اَدَاءً للهِ تَعَالى
Ushollii fardlol ‘ashri arba’a raka’aatin majmuu’an ma’azh zhuhri adaa-an lillaahi ta’aalaa.
“Aku sengaja shalat fardu Ashar empat rakaat yang dijama’ dengan dhuhur, fardu karena Allah Ta’aala”
Note: Untuk shalat maghrib dan isya, tinggal menyesuaikan bacaan niatnya.

Shalat Qashar
Berbeda dengan shalat jamak yang menggambungkan, shalat qasar artinya meringkas. Rukhsah shalat qasar ialah meringkas 4 rakaat menjadi 2 rakaat. Contoh, shalat dzuhur dikerjakan 2 rakaat, begitupun shalat ashar dan isya. INGAT: hanya shalat dengan jumlah 4 rakaat yang boleh di qasar. Maka dari itu, anda tidak diperbolehkan meng qasar shalat subuh dan maghrib.
Allah berfirman dalam al Qur’an surat An Nisa ayat 101 yang artinya: “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidak mengapa kamu menqashar shalatmu, jika kamu takut diserang orang-orang kafir, sesungguhnya orang-orang kafir itu musuh yang nyata bagimu,”Q.S.(An Nisa: 101)
اُصَلِّى فَرْضَ الظُّهْرِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا اَدَاءً لِلَّهِ تَعَالَى
Usholli farduzh dzuhri qasran rok’ataini lillahi ta’ala
“Niat shalat fardhu dzuhur secara qashar dua rakaat karena Allah”
Shalat Jamak Qasar
Betapa murahnya Allah S.W.T. Selain memperbolehkan hambanya menjamak atau mengqashar ibadah shalatnya. Allah juga mengizinkan kita untuk mengerjakan shalat jamak qashar, yakni digabung dan diringkas. Artinya anda mengerjakan 2 shalat fardu dalam satu waktu dan juga meringkasnya. Shalat jamak qashar bisa dilakukan secara takdim maupun takhir. Lafadzkan niat shalat jamak qashar sebagai berikut:
• Niat shalat qashar dan jamak taqdim
أصلي فرض الظهر جمع تقديم بالعصر قصرا ركعتين لله تعالي
Ushallii fardhazh zhuhri rak’ataini qashran majmuu’an ilaihil ‘ashru adaa’an lillaahi ta’aalaa.
“Aku berniat shalat fardhu zhuhur 2 rakaat, qashar, dengan menjamak ashar kepadanya, karena Allah ta’ala.”
• Niat shalat qashar dan jamak ta’khir:
أصلي فرض الظهر جمع تأخير بالعصر قصرا ركعتين لله تعالي
Ushallii fardhal ‘ashri rak’ataini qashran majmuu’an ilazh zhuhri adaa’an lillaahi ta’aalaa.
“aku berniat shalat fardhua shar 2 rakaat, qashar, dengan menjamaknya kepada zhuhur, karena Allah ta’ala.”
Syarat-Syarat Sah Shalat Jamak, Qasar dan Jamak Qashar
Shalat jamak dan qashar memang diperuntukan bagi ummat muslim yang sedang melakukan perjalanan jauh atau karena halangan lain sehingga tidak dapat mengerjakan shalat fardu tepat pada waktunya. Hal ini meliputi:
• Melakukan perjalanan jauh minimal 81 kilometer (sesuai kesepakatan para ulama)
• Perjalanan tidak bertujuan untuk hal negatif atau berbuat dosa
• Sedang dalam keadaan bahaya; hujan lebat disertai angin kencang, perang atau bencana lainnya.( http://cercahceria.com/tata-cara-shalat-jamak-qashar-jamak-qashar-lengkap/)

Manusia Makhluk Peneliti



Allah telah menciptakan manusia dengan banyak fungsi dan kegunaan, salah satunya yaitu sebagai makhluk peniliti dengan landasan surah al’alaq ayat 1-5.

 Artinya : “Dengan nama Allah Maha Pengasih Maha Penyayang. (1) Bacalah (nyatakanlah) dengan nama Tuhan mu yang telah menciptakan (segala sesuatu di alam semesta ini). (2) Yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah beku. (3) Bacalah (umumkanlah !) dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. (4) yang mengajarkan dengan pena. (5) Mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.    
Dari ayat ini manusia dapat   meneliti apa-  apa yang ada di alam dengan dasar membaca terlebih dahulu.  karena membaca merupakan dasar untuk mennguasai suatu wawasan. 

Jika kita bicara tentang manusia sebagai makhluk peneliti. Manusia memang telah menjadi peneliti yang paling ulung. Semua hal yang ada sekarang, semua yang kita nikmati sekarang adalah hasil-hasil dari penelitian yang dilakukan manusia berpuluh-puluh tahun bahkan ratusan tahun. Namun sebagai makhluk Allah, kita tidak hanya menjadi kaya dalam hasil penelitian dalam duniawi. Ada kalanya kita harus tetap mengkaji islam sampai kita mengerti betul dan memahami apa yang menjadi kehendaknya dan apa yang menjadi larangannya.

      Namun, dalam kehidupan sekarang dapat kita lihat bagaimana sikap manusia sendiri. Mereka lebih menyakini apa yang disebutkan oleh para pakar-pakar dalam keilmuan mereka masing-masing tanpa menelaahnya kembali. Tentu dengan alquran dan hadist. Dengan begitu kita dapat akan mendapat ilmu yang benar-benar bermanfaat.

Tahukah kalian, mengapa hampir semua peneliti yang sudah menemukan hasil telitiannya memutuskan untuk masuk islam? Karena mereka telah mendapat rahmat dan dibukakan hatinya oleh Allah dengan cara mereka mengetahui kebenaran yang sebenar-benarnya dari Al-Qur'an dan As-sunnah yang mereka coba cocokkan.  Masih ingatkah firman Allah yang berbunyi.
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآَمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ
.
“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang beriman semuanya”[1] (QS: Yunus: 99)

Sebagai contoh adalah kebenaran yang telah dibuktikan oleh salah satu lembaga antariksa tebersar kita saat ini, NASA. Yaitu, bahwa benar adanya matahari akan terbit dari barat. Adalah seorang ilmuwan fisika ukrain. Dimitri Bolykov yang akhirnya diberikan rahmat oleh Allah. Beliau menyatakan keislamannya setelah menemukan bahwa putaran poros bumi kelak akan berbalik arah ini sesuai dengan sebuah hadist yang berbunyi.


Manusia Sebagai Makhluk Budaya



Manusia sebagai makhluk berbudaya. Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi.[1] Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.[1] Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasidengan orang-orang yang berbeda budaya, dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.[1]
Karena sifat akal manusia yang unik maka akhirnya setiap kelompok akan membuat suatu ciri khas tersendiri dan akhirnya berbagai macam budaya pun terbentuk.
Sebagai catatan bahwa dengan pikirannya, manusia mendapatkan ilmu pengetahuan. Dengan kehendaknya, manusia mengarahkan perilakunya dan dengan perasaannya manusia dapat mencapai kebahagiaan. Tujuan dari pemahaman bahwa manusia sebagai makhluk budaya, agar dapat dijadikan dasar pengetahuan dalam mempertimbangkan dan mensikapi berbagai problematik budaya yang berkembang dimasyarakat sehingga manusia tidak semata-mata merupakan makhluk biologis saja, namun juga sebagai makhluk sosial, ekonomi, politik, dan makhluk budaya.

        Contoh-contoh yang menentukan manusia sebagai makhluk berbudaya, misalnya kebiasaan masyarakat untuk mengadakan sholawatan dalam rangka menyambut maulid nabi besar Muhammad SAW, budaya bau nyale di wilayah Nusa Tenggara Barat, saweran pada acara pernikahan, dan berbagai macam budaya lain di Nusantara ini yang sampai sekarang masih tetap dilaksanakan karena kepercayaan mereka kepada nenek moyang mereka sekaligus sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk berbudaya.